Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Wilujeng sumping dina blog simkuring...

Happy Reading...

Semua yang di posting disini hasil search dari web or blog lain, tidak dengan maksud untuk plagiasi, hanya berusaha untuk berbagi ilmu dan pengetahuan kepada orang lain, terima kasih...

Sabtu, 17 April 2010

Makalah Hukum Pajak

BAB I

TINJAUAN HUKUM PAJAK

TERHADAP KASUS MANIPULASI PAJAK PT ASIAN AGRI GROUP DIKAITKAN DENGAN UU NO. 28 TAHUN 2007

TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PERPAJAKAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan yang dilakukan suatu bangsa pada dasarnya dilakukan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan dari bangsa itu sendiri, yaitu terciptanya kemakmuran bangsa dalam mewujudkan suatu masyarakat yang adil, makmur, aman dan sejahtera. Pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan oleh bangsa Indonesia merupakan upaya berkesinambungan yang bertujuan untuk mencapai suatu keadaan masyarakt yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, maka pelaksanaan pembangunan ekonomi harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan, keseimbangan unsur-unsur trilogi pembangunan yaitu pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional. Keseluruhan semangat, arah, dan gerak pembangunan dilaksanakan sebagai pengamalan sila Pancasila secara serasi dan sebagai kesatuan yang utuh, yang meliputi :[1]

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan pokok pikiran di atas, maka hakikat Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan dan pedoman pembangunan nasional.[2] Pembangunan nasional dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah tanah air dan untuk seluruh masyarakat, serta harus dirasakan oleh seluruh masyarakat sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial, yang menjadi tujuan serta cita-cita kemerdekaan bangsa indonesia.

Dalam rangka suatu pembangunan nasional yang berkelanjutan, diperlukan suatu perencanaan yang matang dan terarah yang mencakup seluruh aspek yang ada di dalam kehidupan manusia. Salah satu aspek yang terkait adalah aspek hukum yang memegang peranan penting di dalam pengaturan suatu kegiatan yang salah satunya adalah proses pembangunan perekonomian, baik secara mikro ekonomi maupun makro ekonomi yang bertujuan kepada pencapaian tingkat kesejahteraan yang merata dalam penyebaran hasil-hasil pembangunan kepada seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.[3]

Ekonomi merupakan salah satu bidang yang sangat menunjang di dalam pembangunan. Peningkatan kualitas dan kuantitas pertumbuhan serta perkembangan di berbagai sektor usaha ekonomi akan menunjang pembangunan. Pembangunan ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pembangunan nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan aspek pertahanan keamanan, dengan senantiasa harus merupakan perwujudan wawasan nusantara serta memperkukuh pertahanan nasional yang diselenggarakan dengan membangun bidang-bidang pembangunan diselaraskan dengan sasaran jangka panjang yang ingin diwujudkan.[4] Pembangunan nasional merupakan cerminan kehendak untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan pancasila.[5] Pembangunan nasional dilaksanakan oleh masyarakat dan pemerintah yang saling mengisi dan menunjang demi tercapainya tujuan pembangunan nasional.

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tertib , dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.[6]

Ketahanan ekonomi dalam pembangunan nasional adalah kondisi kehidupan perekonomian bangsa yang berlandaskan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila, yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis, serta kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi sosial dengan daya saing yang tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata.[7]

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sudah menjadi kewajiban negara untuk menyelenggarakan berbagai tugas yang berguna dalam masyarakat. Dengan tidak adanya organisasi yang luas beserta cabang-cabang dengan berbagai tugasnya, negara tidak mungkin dapat menunaikan tugasnya itu dengan sempurna. Untuk membiayainya, sudah barang tentu dibutuhkannya uang apalagi di jaman modern seperti sekarang ini.

Untuk mendapatkan uang, selain dari mencetak sendiri atau maminjam, banyak jalan yang ditempuh oleh pemerintah. Sumber-sumber penghasilan negara antara lain :[8]

1. Perusahaan-perusahaan negara, baik yang bersifat monopoli (misalnya pos, telekomunikasi, listrik, dan kereta api yang tarifnya sangat disesuaikan dengan kebutuhan umum sehingga tidak semata-mata mengejar keuntungan saja), maupun perusahaan yang tidak bersifat monopoli seperti pertambangan dan perkebunan.

2. Barang-barang milik pemerintah maupun yang dikuasai pemerintah, dalam hubungan ini disebutkan tanah-tanah yang dikuasai pemerintah yang diusahakan untuk mendapatkan penghasila, saham-saham yang dipegang negara dan sebagainya.

3. Denda-denda dalam perampasan-perampasan untuk kepentingan umum.

4. Hak-hak waris atas harta peninggalan terlantar.

5. Hibah-hibah wasiat dan hibahan lainnya.

6. Ketiga macam iuran : pajak, retribusi, dan sumbangan.

Pembangunan ekonomi tidak bisa hanya menitikberatkan pada sektor bisnis. Salah satu aspek yang tidak kalah pentingnya dalam pembangunan nasional adalah pajak. Pajak merupakan salah satu sumber terbesar devisa negara. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.[9]

Dalam rangka pembangunan nasional, sebagai ilmu pengetahuan, ilmu hukum membawa prinsip-prinsip yang universal. Akan tetapi pada penerapannya harus disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat, baik budaya, politik, ekonomi, kaidah agama, kaidah kesusilaan atau kaidah kesopanan.

Dalam rangka membangun Sistem Hukum Nasional itu pemerintah menetapkan kebijakan untuk memanfaatkan tiga sistem hukum yang eksis ( living law ) , yaitu Sistem Hukum Adat, Sistem Hukum Islam dan Sistem Hukum Barat. Dalam hal ini C.F.G. Sunaryati Hartono [10], mengatakan bahwa sampai abad ke 14 penduduk di kepulauan Nusantara ini hidup di dalam suasana Sistem Hukum Adatnya Masing-masing.

Produk-produk hukum yang memberikan jaminan hukum tersebut tentu saja merupakan campur tangan pemerintah, khususnya dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan ekonomi, contohnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu, salah satu kebijakan pemerintah guna menunjang perpajakan di Indonesia, pemerintah membuat UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Perpajakan.

Hukum Pajak termasuk kedalam bagian hukum publik, karena hukum pajak mengatur hubungan hukum antara penguasa dengan warganya. Pengaruh hukum pajak yang sekali-sekali tidak diduga-duga akan timbul, yaitu sebagai akibat dari keinginan beberapa golongan dalam masyarakat yang sedapat-dapatnya hendak menghindarkan diri dari pengenaan pajak.

Lepas dari kesadaran kewargaan dan solidaritas nasional, lepas pula dari pengertiannya tentang kewajibannya terhadap negara, pada sebagian besar di antara rakyat tidak akan pernah meresap kewajibannya membayar pajak sedemikian rupa sehingga memenuhinya tanpa menggerutu. Bahkan bila ada sedikit kemungkinan saja, maka pada umumnya mereka cenderung untuk meloloska diri dari setiap pajak.

Pembayaran pajak dengan mudah dapat dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak. Menghindarkan pajak merupakan gejala biasa pada pajak-pajak atas penggunaan, biasanya dilakukan dengan penahanan diri atau dengan penggunaan surogat atau orang yang mengurangi atau menekan konsumsinya dalam barang-barang yang dapat dikenakan pajak, ataupun orang menggantikannya dengan surogat yang tidak atau kurang dikenakan pajak.

Penghindaran pajak menyebabkan pengurangan permintaan akan barang yang dikenakan pajak (yang berakibat meningkatnya penabungan) atau bertambahnya permintaan akan barang-barang lain dan sekaligus terjadilah penambahan dalam produksi barang terakhir dan berkurangnya produksi barang-barang yang dikenakan pajak berat.

Menghindarkan diri dari pajak tidak dapat selalu dilaksanakan, sebab tidak dapat menghindari semua unsur atau fakta yang dapat dikenakan pajak. Namun, apabila penghindaran diri dari pajak tidak dapat dilaksanakan, maka wajib pajak berusaha menggunakan cara-cara lain, di antaranya dengan cara yang disebut pengelakkan pajak, misalnya dengan cara penyelundupan. Pengelakkan semacam itu benar-benar merupakan pelanggaran undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasarnya. Pada hakikatnya, yang menjadi masalah disini adalah suatu bentuk simulasi atau perbuatan berpura-pura yaitu keadaan yang sebenarnya disembunyikan dengan, misalnya, mengajukan suatu pernyataan yang tidak benar, atau memberikan data-data yang tidak benar.[11]

Dalam hal ini, Perusahaan perkebunan PT. Asian Agri Group disinyalir telah memanipulasi pajak yang merugikan negara kurang lebih 1,3 triliun.[12] Menurut Dirjen Pajak, Darmin Nasution, kasus yang melibatkan perusahaan milik Sukanto Tanoto tersebut, tidak hanya disangkutpautkan dengan pidana pajak saja, tapi juga korupsi maupun pencucian uang.[13] Angka penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT. Asian Agri Group ini diduga berasal dari kegiatan transfer pricing, hedging, dan pengeluaran fiktif.[14] Namun, menurut Dirjen Pajak, Darmin Nasution, sampai saat ini pihaknya masih kesulitan untuk membuktikan ada tidaknya dugaan pelanggaran pajak oleh AAG melalui praktek penjualan CPO di bawah harga (transfer of pricing).

Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Perpajakan berfungsi sebagai pedoman dalam ketentuan dan tata cara perpajakan yang memiliki tujuan untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang teknologi informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan material di bidang perpajakan.

Menurut ahli Hukum Perpajakan Universitas Indonesia (UI) Ali Purwito berpendapat, jika ditinjau dari sisi penerimaan negara, penyelesaian kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri Group (AAG) sebaiknya dilakukan di luar pengadilan (out of court settlement) saja.[15] Selain karena proses penyelesaian bisa lebih cepat, uang pokok pajak berikut dendanya juga bisa langsung dimanfaatkan buat hal-hal yang mendesak seperti menangani banjir, bencana alam atau kebutuhan lain untuk negara. Menurut Ali Purwito, penyelesaian di luar pengadilan bagi wajib pajak juga diatur dalam UU No 28 tahun 2007 sebagai perubahan dari UU No 6 tahun 1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam proses penyelesaian di luar pengadilan ini, ujarnya, biasanya dilakukan negosiasi untuk membahas segala sesuatunya antara si wajib pajak dengan Kanwil Ditjen Pajak setempat.[16] Karena mekanisme penyelesaian seperti ini ada diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, penyelesaian kasus penggelapan pajak di luar pengadilan lebih menguntungkan dibanding melalui proses pengadilan.[17]

Kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT. Asian Agri Group dapat diselesaikan diluar pengadilan karena proses penyelesaian bisa lebih cepat, uang pokok pajak berikut dendanya juga bisa langsung dimanfaatkan buat hal-hal yang mendesak, tetapi di sisi lain, Indonesia memiliki Undang-undang yang mengatur tentang tata cara perpajakan yang apabila kasus ini diselesaikan di Pengadilan, maka secara otomatis, hakimlah yang memutuskan perkara ini sesuai dengan Undang-undang yang berlaku di Indonesia saat ini.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan membahas kasus PT. Asian Agri Group yang disinyalir telah memanipulasi pajak dengan judul : “TINJAUAN HUKUM PAJAK TERHADAP KASUS MANIPULASI PAJAK PT ASIAN AGRI GROUP DIKAITKAN DENGAN UU NO. 28 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PERPAJAKAN”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis ingin membatasi permasalahan tersebut, antara lain adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pandangan hukum pajak mengenai pengelakkan diri dari pajak ?

2. Bagaimana tinjauan hukum pajak terhadap kasus manipulasi pajak PT. Asian Agri Group dikaitkan dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian tentang pengelakkan pajak ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan mengkaji pandangan Hukum Pajak terhadap praktik pengelakkan diri dari pajak.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji pandangan hukum pajak terhadap praktik pengelakkan diri dari pajak yang dikaitkan dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan, khususnya pada kasus PT. Asian Agri Group.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan di bidang ilmu hukum pada umumnya, hukum pajak pada khususnya mengenai pengelakkan pajak.

2. Secara Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan :

a. Sumbangan pemikiran kepada Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam rangka pembentukan hukum nasional pada umumnya, hukum pajak pada khususnya mengenai praktik pengelakkan pajak.

b. Informasi kepada para wajib pajak mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak..

D. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran pokok bahasan secara menyeluruh, maka penulis cantumkan sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I : PENDAHULUAN

Dalam Pendahuluan ini dibahas mengenai : Latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : KONSEPSI PRAKTIK PENGELAKKAN PAJAK

Bab ini membahas tentang Praktik pengelakkan pajak dan akibat dari pengelakkan pajak.

Bab III : MANIPULASI PAJAK PT. ASIAN AGRI GROUP DITINJAU OLEH HUKUM PAJAK DIKAITKAN DENGAN UU NO. 28 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Bab III menganalisis mengenai : Pandangan Hukum Pajak terhadap kasus manipulasi pajak PT. Asian Agri Group dikaitkan dengan UU No. 28 Tahun 2007 serta penyelesaian pekara di sesuaikan dengan aturan yang ada di Indonesia.

Bab IV : KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yaitu hasil penelitian dan analisis yang telah dibahas dalam bab-bab terdahulu, dan beberapa saran yang relevan dengan hasil penelitian ini.

Bab ini merupakan kristalisasi dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya.



[1] Pancasila diakses dari www.indonesia.go.id pada tanggal 19 Oktober 2008 pukul 10.00 WIB.

[2] Ibid

[3] Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1988, hlm. 17.

[4] www.mpr.go.id, Op.Cit

[5] Ibid.

[6] Ibid.

[7] Ibid.

[8] R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, Bandung, 2003, hlm. 9.

[9] Mardiasmo, Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2003, hlm. 1.

[10]C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, halaman 57-59.

[11] R. Santoso Brotodihardjo, Op.Cit, hlm. 17- 18.

[12] Berita Hukum Online, Inilah Kronologis Pengembalian Berkas Asian Agri, diakses dari www.hukumonline.com pada tanggal 19 Oktober 2008, Pukul 10.00 WIB.

[13] Bisnis Tempo Interaktif, Kasus Asian Agri Bisa Di Indikasikan Korupsi, diakses dari www.tempointeraktif.com pada tanggal 19 Oktober 2008, Pukul 10.00 WIB.

[14] Ibid.

[15] Antara News, Penyelesaian Pajak AAG Diatur UU, diakses dari www.antara.co.id pada tanggal 19 Oktober 2008, Pukul 10.00 WIB.

[16] Ibid

[17] Ibid